Beberapa pekan ini aku absen posting.. hiatus yang kulakukan bukan karena sedang dilanda galau tapi karena sedang disandera virus-virus yang tidak pernah kuundang sama sekali.
Mungkin, ini juga karena cuaca sedang tidak bersahabat sehingga iklim yang berubah tak menentu menjadi alasan tubuh kurang fit makin ngedrop.
Dan apotek serta dokter pun mengalami peningkatan dari sisi kesibukan maupun pemasukan. Hmmm...
Maaf sahabat, aku masih bergelut dengan hidung yang mampet, tenggorokan yang kering membuat suaraku sedikit lebih sekseh dari biasanya... dan mungkin sedikit bagian di otakku masih terkontaminasi sehingga postinganku ngelantur kesana kemari *nyengir*. Tapi bukan tentang itu sebenarnya, postingan ini hanyalah intermezzo sesaat tentang apa yang aku lihat saat menunggu di bangku antrian klinik tempat aku menanti dokter yang akan memeriksaku.
Di sudut sana, wanita itu terdiam.. duduk dengan santai dan bersandar pada tembok yang terlihat kusam karena waktu. Pandangannya kosong, wajah penuh debu menyiratkan perjalanan yang dilaluinya telah begitu jauh. Perjalanan nafas yang penuh dengan episode perjuangan raga dan rasa.
Sesaat aku tak peduli dengannya, irama nyanyian nyeri di kepalaku membuatku terbuai dengan pejaman mata, membuatku sibuk berkomat-kamit memohon ampun atas rasa ini.
Saat aku bahagia, begitu mudahnya aku tertawa dan lupa... Kini, tak henti aku sebut nama-Mu tuk mohon ampunkan segala dosaku :'(
Tiba-tiba wanita itu menangis, perlahan, terisak.. kembali aku tak peduli.. namun sesaat kemudian dia menjerit, berteriak, melotot, dan kembali terisak laksana alun ombak menjemput pantai. Tersedu dalam keibaan.
Dia masih muda, tubuhnya masih segar sesegar mangga manalagi saat matang dan dikupas. Namun kini teronggok tanpa sinar yang mampu mendulang rasa. Seharusnya, dia tak disini, berkumpul dengan teman dan keluarga yang dikasihi. Masa muda yang seharusnya dilalui dengan bahagia, penuh kreatifitas.. seakan tak masuk dalam agenda perjalanan hidup yang dilalui.
"Dia korban perkosaan...", kata lelaki yang juga sedang mengantri disebelahku.
Aku terhenyak. Astagfirulloh... perkosaan?
"perkosaan Pak? perkosaan oleh siapa?", tanyaku penasaran.
"Setahu saya, dia diperkosa ayah tirinya, sekitar 2 tahun yang lalu. sekarang anaknya diurus neneknya, dan dia sering begitu saat obatnya habis..", lanjut lelaki yang akhirnya kutahu bernama Pak Dibyo.
"Kasihan... kenapa ga ada yang peduli Pak?", kutanya lagi Pak Dibyo. Lelaki ini tahu banyak tentang wanita itu, karena mereka ternyata bertetangga.
"Sejak ibunya menikah lagi, ibunya bekerja di Arab, sementara Reni dan adiknya Bayu tinggal bersama nenek dan ayah tirinya mbak. Masyarakat disini sudah curiga karena Reni jarang keluar rumah, tapi terlihat gemuk dan selalu memakai daster. Saat sore, tiba-tiba neneknya Reni keluar rumah dengan tergoboh-goboh, memanggil bidan Ninik. Ternyata Reni melahirkan bayi perempuan. Dan ayah bayi itu adalah kakeknya sendiri..", jelas Pak Dibyo panjang lebar.
Astagfirullahaladzim...
Dimana hati nurani manusia jaman sekarang? Sampai tega melampiaskan kebejatannya pada anaknya sendiri? Apakah ini tanda dunia akan berakhir dengan adab-Nya?
Aku masih terpaku dengan cerita Pak Dibyo, sampai saat perawat memanggil namaku untuk masuk ke ruang periksa. Dan entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa sudah sehat..
#gambar kuambil dari sini